Penguatan Moral Peserta didik perspektif agama hindu

IMPLEMENTASI PENGUATAN MORAL DALAM PENDIDIKAN KARAKTER PESERTA DIDIK (PERSFEKTIF AGAMA HINDU)
Oleh :
         Kelompok 3

Abstract
The children who are aspired to be the next generation are now the opening generation. Various studies to formulate that progress in a country cannot be separated from the strength of children's character education and the culture that is owned by the community itself. Character education certainly results in moral reinforcement in children in an effort to prepare human resources to be able to live, develop in the future. Education is one way to apply and shape the character in strengthening the moral of students. Nowadays character education is often set aside (aside) in the form of implementation of moral reinforcement in children and students. That in fact character education is the basis of moral strengthening in children and establishes strong morals or character of children in accordance with the ideals of the Indonesian Nation .The good character of educators for compilation that cannot be cared for so far can see their students grow and develop. the key to character formation whose educational foundation is family is because family is the first and foremost educator because the family of the child gets the first education which is the basis of development and the life of the child on the day to start, the family also provides a basis for the child's behavior, character and morals. The character of the Educator in the value of his nature is sincere, patient and full of commitment to shape the soul of his students. Increased welfare will not be enough to change the quality of educators and education if not equated with cultural education. Personality and the character of the educator must be strong so that the students agree by the participants that make their personality lose to the situation.

Keyword ; students, character education, implementation of moral reinforcement

Abstrak
Anak – anak yang dicita-citaan sebagai generasi penerus justru saat ini menjadi generasi pembuka . Berbagai kajian untuk merumuskan bahwa kemajuan di suatu Negara tidak dapat dilepaskan dari kuatnya pendidikan karakter anak anak maupun budaya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Pendidikan  karakter tentu menhasilkan penguatan moral pada anak –anak dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia untuk mampu hidup,berkembang di masa yang akan datang . Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk menerapkan dan membentuk karakter dalam penguatan moral peserta didik . Dewasa kini pendidikan karakter ini sering  di ibu tirikan( disampingkan)  dalam bentuk implementasi penguatan moral pada anak –anak maupun peserta didik.tersebut . Bahwa sebenarnya pendidikan karakter adalah dasar dari penguatan moral pada anak- anak dan membetuk moral yang kuat ataupun karakter anak sesuai dengan cita- cita Bangsa Indonesia .Karakter pendidik yang baik ialah ketika ia tidak memperdulikan selama ini bisa melihat peserta didiknya tumbuh dan berkembang . kunci pembentukan karakter yang pondasi pendidikan sujatinya ialah keluarga hal ini dikarenakan keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama karena dari keluargalah anak mendapatkan pendidikan pertama kalinya serta menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari, keluarga juga memberikan dasar pembentukan tingkah laku ,watak dan moral  anak . Karakter Pendidik pada nilai dari sifatnya yang tulus , sabar dan penuh komitmen untuk membentuk jiwa peserta didiknya . peningkatan kesejahteraan tidak akan cukup mampu mengubah kualitas pendidik dan pendidikan jika tidak disamakan dengan perubahaan budaya mendidik dan semangat pendidikan. Keperibadian dan karakter pendidik harus kuat agar peserta didik terpengaruh oleh situasi yang membuat kepribadiannya kalah dengan keadaan.
Kata kunci :peserta didik, pendidikan karakter , implementasi penguatan moral
I .PENDAHULUAN

Penguatan moral dalam pendidikan karakter menguatkan dewasa ini seiring dengan situasi dan kodisi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang disatukan dengan berbagai tingkah laku yang jauh dari nilai–nilai kehidupan . Dalam ruang lingkup pendidikan, upaya maupun semangat  pembentukan karakter dalam penguatan moral , pendidikan karakter ,pembangunan karakter merupakan suatu keharusan karenapendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas mempunyai budi pekerti yang luhur  sehingaa keberadaan mereka di masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun masyarakat lainnya Membimbing anak untuk menjadi cerdas merupakan hal yang mudah tetapi membimbing anak untuk menjadi baik atau memiliki perilaku berbudi bukanlah hal yang mudah. Masalah moral yang menjadi perhatian sekolah yaitu masalah kenakalan remaja. Seperti masalah ketamakan, ketidakjujuran, tindak kekerasan, penyalagunaan narkoba, tindakan bunuh diri, pemerkosaan, pencurian dan tawuran antar pelajar. Maraknya berbagai tanyangan negatif yang bebas dikonsumsi para pelajar makin kuat mempengaruhi pribadi mereka. Masalah moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan karakter. Karakter merupakan cerminan kepribadian seseorang secara utuh atau kepribadian utama. Pembelajaran tentang tata krama, sopan santun dan adat-istiadat menjadikan pendidikan karakter lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual, tentang bagaimana seorang anak dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural. Sistem norma-norma atau nilai-nilai dapat digolongkan dalam nilai kemasyarakatan, kesusilaan dan keagamaan. Baik buruknya sesuatu perbuatan ditentukan berdasarkan golongan nilai-nilai tersebut. dalam menghadapi masalah moral sekolah dituntut untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nalai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik dan juga membantu siswa untuk memahami, memperhatikan dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri Pendidikan karakter merupakan metode terbaik dalam mengatasi dan memperbaiki masalah moral terutama di kalangan remaja. Agar pendidikan karakter dapat diterapkan dengan baik, hendaknya didukung oleh semua fihak, tidak hanya guru dituntut sepenuhnya, tetapi peran orang tua sangat penting. Mereka harus menerapkan pendidikan karakter yang ditunjukkan secara nyata kepada siswa. Apa yang disaksikan setiap hari oleh para siswa melaui media elektronik maupun non elektronik yang dengan mudah menayangkan berbagai berita positif maupun negatif, akan sangat mempengaruhi perilaku siswa. Dalam pembentukan karakter setiap anak dalam keluarga tidak terlepas dari pola asuh dan hubungan orang tua-anak yang diterapkan keluarga terahadap anaknya. Penelitian-penelitian tentang hubungan keluarga menunjukkan bahwa semua hubungan keluarga merupakan faktor penting dalam perkembangan individu.

II .PEMBAHASAN
2.1. PESERTA DIDIK
Siswa atau yang biasa disebut dengan peserta didik merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang tidak bisa ditinggalkan, karena tanpa adanya peserta didik tidak akan mungkin proses pembelajaran dapat berjalan. Peserta didik merupakan komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Didalam proses belajarmengajar, peserta didik sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Menurut Sudarwan Danim (2010: 1) “Peserta didik merupakan sumber utama dan terpenting dalam proses pendidikan formal”. Peserta didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar tanpa adanya peserta didik.
Berdasarkan uraian  diatas  bahwa yang di maksud  peserta didik adalah seseorang yang mengembangkan potensi dalam dirinya melalui proses pendidikan dan pembelajaran pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik bertindak sebagai pelaku pencari, penerima dan penyimpan dari proses pembelajaran, dan untuk mengembangkan potensi tersebut sangat membutuhkan seorang pendidik.
2.2. PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter adalah suatu usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mendidik dan memberdayakan potensi peserta didik guna membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.
Filosofi pendidikan karakter
Dalam filsafat ada tiga kerangka besar teori: teori pengalaman, teori hakikat dan teori nilai. Pada teori nilai ada dua cabang filsafat yaitu filsafat etika dan filsafat estetika. Filsafat etika biasanya membicarakan persoalan dalam kerangka baik-buruk, sedangkan estetika membicarakan keindahan atau ketidak indahan.  Pada dasarnya etika dan estetika memiliki titik kesamaan yaitu keduanya adalah masuk ke dalam teori nilai.[13] Maka pendidikan etika yang dapat juga diistilahkan dengan pendidikan karakter, berarti proses pendidikan yang menjadikan manusia dapat membedakan baik dan buruk.
Lebih detail lagi secara filosofis pendidikan adalah sebuah tindakan yang mendasar/ fundamental yang memiliki tujuan memanusiakan manusia. Pendidikan harus menyentuh akar-akar mendasar dari kehidupan manusia. Jadi pendidikan adalah sebuah upaya dasar yang mengubah dan membentuk masa depan manusia. Pendidikan bukan bertujuan untuk sekolahan, terlebih hanya untuk memenuhi ambisi dari rezim pemerintahan. Jadi pendidikan adalah murni bertujuan membelajarkan manusia untuk menjadi hakikat dirinya dalam menjalankan kehidupan di alam dunia.
Dalam pendidikan untuk kehidupan, hal utama yang dilakukan adalah menenamkan karakter dan nilai-nilai kehidupan. Pendidikan karakter bukan saja perlu karena dapat mengembalikan filosofi dasar pendidikan yang selama ini tercerabut dari misi dasar pendidikan, namun pendidikan karakter wajib dilaksanakan karena diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai luhur seperti: nilai kebersamaan, kejujuran, kesetiakawanan, kesopanan, kesusilaan, dan lain-lain.
Nilai adalah sifat yang berharga dari suatu hal, benda, atau pribadi yang memenuhi kebutuhan elementer manusia yang memang serba butuh atau menyempurnakan manusia yang memang tak kunjung selesai dalam pengembangan dirinya secara utuh, menyeluruh, dan tuntas. Selaras dengan pemikiran-ini, Hans Jonas mengatakan bahwa nilai adalah the addresse of a yes, nilai adalah sesuatu yang selalu kita setujui. Jadi, pendidikan nilai adalah manifestasi dari non scholae sed vitae discimus.
Nilai merupakan kebenaran atau realitas sejati yang akan terus dicari oleh setiap individu. Sejak manusia lahir ia mulai melakukan pencarian. Ia ingin berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Ia sentuh benda-benda, memasukan benda ke dalam mulut, melemparkan dan mengamati hasilnya. Ketika ia mulai dapat berbicara, banyak hal yang ia tanyakan: apa ini? Apa itu? Ia terus berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya.
Apa sesungguhnya yang disebut dengan kebenaran sejati itu? Kebenaran sejati adalah sesuatu yang tak berubah dan tidak tergantung pada ruang dan waktu serta bersifat universal. Jika sesuatu benar di sini maka iapun harus benar di mana saja. Jika sesuatu benar hari ini maka ia juga harus benar besok. Jika ia benar besok maka iapun harus benar lusa. Jika ia benar 100 tahun yang lalu maka iapun harus benar 1000 tahun kemudian dan seterusnya.[14]
Berpijak pada pola kandungan filsafat, maka Pendidikan karakter juga mengandung tiga unsur utama yaitu ontologis Pendidikan karakter, epistemologis Pendidikan Karakter dan aksiologis Pendidikan Karakter.
a.             Dasar Ontologis Pendidikan Karakter
Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari Pendidikan karakter. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan Pendidikan krakter melalui pengalaman panca indera adalah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil Pendidikan karakter adalah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya. Objek formal Pendidikan karakter dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Di dalam situasi sosial, manusia sering kali berperilaku tidak utuh, hanya menjadi mahluk berperilaku individual dan/atau mahluk sosial yang berperilaku kolektif.
Sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri secara utuh memperlakukan peserta didik secara terhormat sebagai pribadi pula. Jika pendidik tidak bersikaf afektif utuh demikian maka menurut Gordon akan menjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan peserta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.
b.         Dasar Epistemologis Pendidikan karakter
Dasar epistemologis diperlukan oleh Pendidikan karakter atau pakar Pendidikan karakter demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Pendidikan karakter memerlukan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif fenomenologis. Karena penelitian tidak hanya tertuju pada pemahaman dan pengertian, melainkan untuk mencapai kearifan fenomena pendidikan.
Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskan objek formalnya, telaah Pendidikan karakter tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan Pendidikan karakter sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formal sendiri atau problamatikanya sendiri sekalipun tidak hanya menggunakan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental. Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespodensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis.
c.             Dasar Aksilogis Pendidikan Karakter
Kemanfaatan teori Pendidikan Karakter tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom, tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses menjadikan manusia sebagai manusia yang utuh dan pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai Pendidikan Karakter tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik. Dan ilmu digunakan untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian Pendidikan karakter tidak bebas nilai, mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan Pendidikan karakter dan tugas pendidik sebagai pedagok. Dalam hal ini, sangat relevan sekali untuk memperhatikan Pendidikan karakter sebagai bidang yang sarat nilai. Itulah sebabnya Pendidikan karakter memerlukan teknologi pula, tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa Pendidikan karakter belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu perilaku.

Berdasarkan uraian diatas bahwa yang di maksud dengan pendidikan karakter ialah Pendidikan karakter adalah suatu usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mendidik dan memberdayakan potensi peserta didik yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.Karakter pada dasarnya merupakan nilai-nilai prilaku manusia yang berhubungan dengan tuhan yang maha esa ,diri sendiri ,sesame manusia, lingkungan .Pendidikan karakter ialah suatu sistem penanaman nilai –nilai karakter kepada warga ekolah yang meliputi komponen pengetahuan kesadaran dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut .
2.3. IMPLEMENTASI PENGUATAN MORAL
Arti implementasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu pelaksanaan / penerapan. Sedangkan pengertian umum adalah suatu tindakan atau pelaksana rencana yang telah disusun secara cermat dan rinci (matang). Kata implementasi sendiri berasal dari bahasa Inggris “to implement” artinya mengimplementasikan. Tak hanya sekedar aktivitas, implementasi merupakan suatu kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan dengan serius juga mengacu pada norma-norma tertentu guna mencapai tujuan kegiatan.Dalam kalimat lain implementasi itu sebagai penyedia sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menyebabkan dampak terhadap sesuatu.
Moral adalah sebuah kata yang selalu dikaitkan dengan tingkah laku. moral juga selalu dikait-kaitkan dengan suatu tindakan yang bersifat positif. Dimana tindakan yang bersifat positif itu adalah tindakan yang sesuai dengan aturannya. untuk membentuk moral yang baik terhadap seseorang dipilihlah sebuah agen sosial dalam membantu proses pembentukan moral tersebut.
Berdasarkan uraian diatas bahwa yang dimaksud dalam implementasi penguatan moral ialah suatu kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan dengan serius dalam menerapkan ataupun melakukan tindakan yang mengarah dan menguatkan  pada hal positif juga mengacu pada norma-norma tertentu guna mencapaitujuan


III . SIMPULAN
Pendidikan adalah agen sosial yang dianggap tepat dalam pembentukan moral suatu bangsa. maka dari itu pendidikan saat ini merupakan hal yang pokok yang dibutuhkan dimanapun itu tempatnya. melalui pendidikan setiap orang atau peserta didik mampu memperoleh sebuah pengetahuan. melalui pengetahuan yang diberikan oleh pendidikan diharapkan ada suatu hal yang diterima oleh seseorang yang kemudian mampu terimplementasikan. Maka dari itu pendidikan juga sering disebut sebagai tempat tranformasi nilai-nilai  baik dari segi pengetahuan, norma ataupun yang lain Pada proses trafermasinya tersebut alangkah baiknya diikutkannya pentranferan mengenai moral sebagai pembentuk karakter seseorang ataupun masyarakat luas. seperti yang kita ketahui moral selalu berhungan dengan porilaku yang positifi. maka dari itu penting sekali sebuah pendidikan mengenai moral. Agar suatu moral itu dapat terlaksana dengan baik dan tepat, diperlukannya penguatan moral. dalam penguatannya tersebut selain dengan penanaman akhlak yang tepat, penguatan moral yang tepet bisa dilakukan dengan memberi pengetahuan mengenai moral atau tindakan yang baik sejak dini terhadap seseorang. Dimana seperti yang kita ketahui anak pada usia 3-4 adalah anak yang masih memiliki potensi yang amat sangat banyak dan memerlukan sebuah pengembangan. pengembangan yang tepat akan menghasilkan sebuah hasil yang begitu baik.maka dari itu penting pula penanaman hal yang baik atau positif
Perkembangan moral anak dalam nilai –nilai keagamaan perlu mendapat perhatian karena agama juga menyatu dengan tingkah laku baik buruknya . Menurut Piaget dan Kohlberg ,perkembangan moral pada anak- anak berada pada fase pemahaman heteronom ,pada fase ini anak belum mempunyai pandangan moral sendiri .Tingkah laku anak-anak sepenuhnya ditentukan oleh orang tua, guru,atau orang dewasa dalam perspektif agama hindu penguatan moral pada anak berkaitan dengan pelajaran Tri Kaya Parisudha , seorang pendidik agama Hindu harus bisa mencontohkan dan mengimplementasikan ajaran tersebut dalam bentuk materi maupun praktik pada peserta didik, ajaran tersebut berisikan bagaiamana caranya untuk bertingkah laku yang baik, berucap yang baik, dan berpikir yang baik ( wacika, kayika, manacika ) sehingga menghasilkan kuatnya moral pada anak-anak maupun peserta didik, bukan hanya pendidik di sekolah saja yang mencontohkannya, namun di dalam keluarga harus mencontohkannya juga seperti halnya dengan mengajarkan anak dengan menghormati orang tuanya dengan bersikap, dan berbicara yang baik ,mengajarkan untuk sembahyang setiap hari dan sewaktu waktu sehingga mengahasilkan anak ataupun peserta didik yang susila ( tingkah laku yang baik) bukan asusila ( tungkah laku yang buruk ) dalam ajaran agama Hindu dan mengerti tentang ajaran Wiweka.
Ajaran penguatan dalam weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi antara lain kebenaran, kasih, tanpa kekerasan, kebajikan,ketekunan, kemurahan hati, keluhuran budhi pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi, menjalankan kebajikan ,percaya diri, membina hubungan yang serasi, mementingkan persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyhuran, kemajuan, pergaulan  dengan orang – orang mulai, mengembangkan sifat – sifat ramah dan manis, sejahtera, damai, bahagia, kegembiraan, moralitas, persahabatan, wiweka (kemampuan membedakan sifat baik dan buruk), mengendalikan diri dan banyak lagi yang lainnya, tidak disebutkan satu persatu .
Memperhatikn ajaran tersebut peserta  didik diarahkan serta dituntut untuk berbuat kebenaran, kebaikan, agar dapat melebur kegelapan,atau  karma yang jahat (buruk) , untuk menuju manusia Manava- Madhava (dharmika). Ajaran etika (moralitas),tata susila, serta pengendalian diri untuk menjadikan diri serta manusia, menjadi manusia yang berperikemanusian, berbudhi dan berkepribadian mulia, manusia Manawa – Madhava (dharmika), berdasarkan ajaran agama Hindu, yang dimuat dalam Weda, Itihasa, Purana Bhagwadgita, Sara Samucaya, Slokantara dan yang lain – lainnya.
Dengan adanya pendidikan usia dini diharapkan mampu membantu kepada seorang anak dalam proses penguatan moral. Dari penanaman moral yang dimulai sejak dini tersebut akan membuat seorang anak merasa terbiasa karna mereka dari kecil sudah diberi pengetahuan mengenai moral. Dalam hal yang sudah menjadi kebiasan akan membuat sesuatu itu menjadi melekat pada diri seseorang dan apabila tidak dilaksanakan atau menyalahi akan ada tekanan hati nurani pada diri seseorang. Maka dari itu pentingnya penanaman moral terhadap seseorang sejak usia dini agar terbentuknya moral yang kuat. Sehingga sedikit bagi mereka untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan moral (asusila)  karna tindakan tersebut tidak sesuai dengan apa yang menjadi kebiasaan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Suastawa dan Suastini. 2009. Perkembangan Peserta Didik. Fakultas Ilmu Agama (UNHI)
Ihdn press,2018 ,Penguatan Karakter Melalui Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi ( Seminar Nasional ). Jurusan Pendidikan Agaam Fakultas Dharma Acarya
Tim Dosen Agama Hindu Unud. 2016. Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi. Udayana University Press
Guna Widya , 2015 ,Jurnal Pendidikan Hindu Vol.2 No.2

Comments

Popular posts from this blog

Susila Dalam Tri Guna