Susila Dalam Tri Guna

SUSILA DALAM AJARAN TRI GUNA
MATA KULIAH SUSILA II
Dosen Pengampu : Dr. Drs. I Wayan Sukabawa, S.Ag.,M.Ag


OLEH :
Nama : ANDRI
NIM : 1813051022
Nama : DEDE GUNAWAN
NIM : 1813051018
Nama : VERES VERANANDA
NIM : 1813051020


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI DAN PENERANGAN HINDU
FAKULTAS DHARMA DUTA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2019



KATA PENGANTAR

Om swastyastu,
Puja Astungkara kami haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena, atas semua Anugrah-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang bejudul “SUSILA DALAM AJARAN TRI GUNA”
Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut di bawah ini Bapak Dr.Drs.I Wayan Sukabawa, S.Ag.,M.Ag . Selaku dosen pembimbing mata kuliah Susila II  yang telah membimbing kami, serta teman-teman satu kelas semester III yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini, serta untuk seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu demi satu, yang mana telah mendukung dan membantu penyediaan referensi demi kelancaran pembuatan makalah ini dan juga dari sumber-sumber lainnya yang sudah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini, bermanfaat demi peningkatan pengkajian materi dalam Perguruan Tinggi dan juga sebagai pelengkap tugas kami. Jika ada kelebihannya karena Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan ada pula kekurangan dalam pembuatan makalah ini semata-mata karena kami pribadi, oleh karena itu kami mengharapkan saran, kritik, dan pesan yang membangun demi kesempurnaan pembuatan makalah kami selanjutnya. Kurang lebihnya mohon dimaafkan Terimakasih.
Om santih santih santih Om.


Denpasar, 15 September 2019

                                           
 Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1  Latar belakang 1
1.2  Rumusan masalah 1
1.3 Manfaat Penulisan makalah 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
2.1 Pengertian Susila 2
2.2 Pengertian Tri Guna dan Bagian-bagiannya 5
3.2  Hubungan Susila dan Ajaran Tri Guna 10
BAB III 12
PENUTUP 12
3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13














BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga kerangka dasar. Tiga kerangka dasarnya, yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3) upacara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu kesatuan yang saling memberi fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan. Dalam makalah ini akan menjelaskan tentang susila dan kaitannya dengan ajaran Tri Guna yang merupakan .

1.2  Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Susila?
2. Apa Pengertian Tri Guna dan bagian-bagiannya?
3. Bagaimana Hubungan Susila dengan ajaran Tri Guna?
1.3 Manfaat Penulisan makalah
Adapun manfaat penulisan makalah ini :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Susila II
2. Untuk mengetahui, memahami, dan mampu mengimplementasikan ajaran susila dalam kehidupan sehari_hari.
3. Untuk mengetahui hubungan ajaran Susila dan Tri Guna



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Susila
Susila berasal dari bahasa Sansekerta dari kata “su” dan “sila”. Su adalah awalan yang berarti amat baik, atau sangat baik, mulia, dan indah. Sedangkan kata sila berarti tingkah laku atau kelakuan.
Jadi Susila berarti tingkah laku atau kelakuan yang baik atau mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu manusia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorong ia berbuat baik dan bertindak. Berbuat yang baik (Susila) yang selaras dengan ajaran agama atau dharma adalah cermin dari manusia yang Susila. Manusia Susila adalah manusia yang memiliki budhi pekerti tinggi yang bisa diterima oleh lingkungan di mana orang itu berada.
Demi tegaknya kebenaran dan keadilan di dunia ini manusia yang ber-Susila atau bertingkah laku yang baik sangat diharapkan. Manusia yang susila adalah penyelamat dunia (Tri Buana) dengan segala isinya. Apapun yang dilakukan oleh orang Susila tentu akan tercapai. Sebab, Sang Hyang Widhi Wasa akan selalu menyertainya. Orang-orang di sekitarnya selalu hormat dan menghargainya. Kalau saja di dunia ini tidak ada orang yang Susila maka sudah tentu dunia ini akan hancur dilanda oleh ke-Dursilaan atau kejahatan. Sebab, Susila merupakan alat untuk menjaga Dharma.
Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.
Pada hakekatnya hanya dari adanya pikiran yang benar akan menimbulkan perkataan yang benar sehingga mewujudkan perbuatan yang benar pula. Dengan ungkapan lain adalah satunya pikiran, perkataan, dan perbuatan.
     Susila dalam Agama Hindu merupakan kerangka dasar yg kedua . susila adalah istilah lain dari etika dan moral . etika dan moral merupakan dua kata yang di pergunakan silih berganti untuk maksud yg sama . berdasarkan uraian di atas  dapat kita pahami bahwa etika merupakan ajaran prilaku atau perbuatan yang bersifat  sitematis tentang prilaku (karma). Apa yang di anggap sebagai perbuatan baik (subha karma / daiwi sampad ) dan perbuatan yang tidak baik ( asubha karma/Asuri sampad). Pengertian susila dapat  di jelaskan sebagai berikut :
Susila atau etika adalah upaya mencari kebenran . sebagai filsafat ia mencari informasi yang sedalam-dalamnya secara sitematis tentang kebenran yang bersifat absolut maupun relative .
Susila atau etika adalah upaya untuk megadakan penyelidikan atau megkaji kebaikan manusia , sebagai bagaimana seharunya hidupdan bertindak di dunia ini agar hidup menjadi bermakana.
Susila atau etika merupakan upaya (karma) manusia mempergunakan keterampilan fisiknya (angga/raga)dan cerdas rohani  (suksma sarira) manusia terdiri atas pikiran (manas), kecerdasan (buddhi) .dan kesadaran murni (atman) yang dapat berfungsi sebagai saranauntuk memecahkan berbagai masalah tentang bagaimana manusia hidup  dan berbbuat baik (saputra).
Di dalam kitab Wraspati tattwa, 26 dinyatakan mengenai arti kata sila dalam kalimat :
“Sila ngaranya angraksa acara rahayu”. Kata susila mengandung pengertian perbuatan baik atau tingkah laku yang baik.
Agama adalah dasar tata susila yang kokoh dan kekal, ibarat bangunan jika landasan atau pondasinya tidak kokoh maka niscaya bangunan tersebut akan mudah roboh. Jika tata susila sudah dibangun atas dasar agama sebagai landasannya yang kokoh dan kekal, maka tata susila itu akan mendalam dan meresap dalam pribadi seseorang. Ajaran tata susila yang berdasarkan ajaran agama, seperti tertera dalam kitab-kitab Upanisad atau Tattwa, menyatakan suatu dalil yang mengakui tunggalnya Jiwatman (roh) semua makhul dengan Tuhan (Paramatma). Dengan adanya ini maka kita akan merasakan suatu renungan kebijaksanaan yang mendalam, bahwa kita sebenarnya adalah satu dan sama dengan makhluk lainnya.
Sang Hyang Widhi Wasa adalah tunggal dan berada di mana-mana yang menjadi dasar hidup ciptaan-Nya yang terpisah-pisah dan beraneka ragam macamnya. Begitulah Jiwatman dalam semua makhluk terpisah satu dengan yang lainnya dengan bentuk badan yang berbeda-beda, yang pada dasarnya dihidupkan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Berdasarkan tunggalnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) dengan Jiwatman, maka berarti pula tunggalnya antara Jiwatman seseorang dengan Jiwatman orang lain.
Jadi prinsip dasar dari susila Hindu adalah adanya satu Atman yang meresapi segalanya. Ia merupakan roh terdalam dari semua makhluk, yang merupakan kesadaran murni. Bila kamu merugikan tetanggamu sebenarnya kamu merugikan dirimu sendiri. Bila kamu merungikan makhluk hidup lainnya, sebenarnya kamu merugikan dirimu sendiri, karena segenap alam tiada lain adalah dirimu sendiri. Inilah ajaran susila Hindu yang merupakan dasar kebenaran methapisik yang mendasari segala kode etik Hindu. Atman atau sang diri adalah satu. Satu kehidupan bergetar dalam semua makhluk.
Dari semua makhluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk hanyalah manusia. Karena di antara makhluk hidup, manusia merupakan makhluk paling istimewa, makhluk yang paling sempurna karena memiliki Tri Pramana (bayu, sabda, idep). Dengan idep manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mampu melebur perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik. Menyadari hal tersebut maka janganlah sia-siakan kesempatan lahir sebagai manusia untuk berbuat baik (susila), agar tujuan kita lahir ke dunia bisa tercapai.

Dalam kitab Sarasamuscaya, sloka 160 disebutkan sebagai berikut :
“Silam pradhanam puruse tadyaseha pranasyati, na tasya jivitenartho duh silam kinprayojanam, Sila ktikang pradhana ring dadi wwang, hana prawrtti ning dadi wwang dussila, aparan ta prayojananika ring hurip, ring wibha, ring kaprajinan, apan wyartha ika kabeh, yan tan hana silayukti”.

Artinya :
Susila itu adalah yang paling utama, pada titisan sebagai manusia. Jika ada perilaku titisan sebagai manusia itu tidak susila, apakah maksud orang itu dengan hidupnya, dengan kekuasaan, dengan kebijaksanaan, sebab sia-sia itu semuanya jika tidak ada kesusilaan.
Ajaran susila hendaknya terapkan di dalam kehidupan kita di dunia ini, karena di dunia inilah tempat kita berkarma.
Pembenahan diri sendiri merupakan prioritas yang utama, di samping pembenahan diri dalam hubungan dengan orang lain. Kelahiran kita merupakan tangga untuk naik ke sorga. Oleh karena itu, kesempatan ini kita abdikan untuk meningkatkan diri dalam kebijakan agar tidak jatuh ke neraca. Untuk dapat meningkatkan diri, manusia harus mampu meningkatkan sifat-sifat baik dan mulia yang ada pada dirinya.
Tata susila membina watak manusia agar menjadi anggota keluarga yang baik, anggota masyarakat yang baik, anggota/putra bangsa yang berbudi pekerti luhur, berkeperibadian mulia sehingga mencapai kebahagiaan abadi. Adapun kebahagiaan yang mutlak dan abadi hanya dapat dinikmati bila roh (Jiwatman) seseorang dapat mencapai kesatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi, karena hanya dengan kesatuan antara Jiwatman dengan Ida Sang Hyang Widhi itu saja yang dapat memberi kebahagiaan yang diliputi oleh perasaan tenang dan tentram yang dilukiskan dengan istilah anandha, suka tanpa wali duka
 Kitab sarasamuscaya menyebutkan sebagai berikut :
"manusah sarvabhutesu varttate vaiu saubhasuhe,asubhasue  samasvitam subhesveva vakyaret. Ri sakiwang srwa bhuta,ikingjanma wwang juga wenang gumayana kening subha –subhakarma  iking janma, kuneng  akena ring subhakarna juga ikang asubha karma phalaning dadi wwang"
(sarasamuscaya, 2)
 Artinya :

Dari sedemikian banyaknya semua mahkluk yang hidup , yang di lahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat perbuatan yang baik –buruk itu adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik juga manfaatnya menjadi manusia .
Demikianlah manfaat hidup menjadi manusia sebagai di sebutkan dalam kitab suci Weda. manusia hendaknya selalu mengupayakan prilaku yang baik dengan sesamanya memperlakukan orang dengan baik sesungguhnaya adalah sama dengan memperlakukan diri sendiri dengan baik juga (tatwam asi)  prilaku seperti itu patut di upayakan harus di lestarikan dalam setiap tindakan kita sebagai manusia setiap induvidu hendaknya berfikir dan bersifat professional menurut guna dan karma . inilah cermin dari sosok orang yg telah mengamalkan ajaran catur warna .
2.2 Pengertian Tri Guna dan Bagian-bagiannya
Tri Guna, terdiri dari dua kata, yaitu  Tri yang artinya tiga, dan Guna yang artinya sifat. Jadi, Tri Guna berarti tiga sifat yang mempengaruhi manusia. Ketiga sifat ini saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan membentuk watak seseorang. Jika, ketiga sifat tersebut dapan berjalan dengan harmoni, maka sesorang akan dapat mengendalikan pikirannya dengan baik. Atau sebaliknya, jika ketiga sifat itu terus bergerak seperti roda yang berputar, saling ingin menguasai, maka kehidupan seseorang akan kurang damai. Oleh sebab itu, dari ketiga sifat itu perlu kita kendalikan dengan baik.

Adapun penjelasan singkat ketiga sifat itu, antara lain:
a. Sattwam, Sifat sattwam yakni sifat tenang, suci, bijaksana, cerdas dan sifat-sifat baik lainnya. Orang yang dikuasai sifat Sattwam biasanya berwatak tenang, waspada, berhati damai dan welas asih. Kalau mengambil tindakan akan ditimbang dulu secara matang, kemudian dilaksanakan. Semua pikiran perkataan dan prilakunya mencerminkan kebajikan, sepeti tindakan Yudhistira dalam cerita Mahbharata. Demikian kalau orang dikusai sifat Sattwam.
b. Rajas, Sifat rajas yakni sifat lincah, gesit, tergesa-gesa, bimbang, iri hati, angkuh dan bernafsu. Orang yang dikuasai sifat Rajas biasanya selalu gelisa, keinginannya bergerak cepat, mudah marah, senang terhadap yang memujinya dan bencih orang yang merendahkannya. Yang baik pada sifat ini adalah giat bekerja dan disiplin. Maka dari itu agar sifat ini dapat dikendalikan, maka perlu dilatih dengan kesabaran dan ketenangan sehingga jernih terbebas dari buruk.
c. Tamas, Sifat tamas yakni sifat tamak,paling malas, kumal, rakus dan suka berbohong.  Orang yang dikuasai sifat Tamas, biasanya berifikir, berkata, dan berbuat sangat lamban. Kadang-kadang, malas suka tidur, rakus, dan dungu. Besar birahinya, keras keinginannya, serta suka tidur campur denga anak dan istrinya. Orang yang dikuasai sifat Tamas akan jauh dari sifat susila (kabajikan), karena perbuatanya hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak mempunyai rasa kasih sayang terhadap orang lain di sekitarnya.

Berikut pengaruh Triguna pada kehidupan pribadi seseorang :
    Tri Guna ini merupakan tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia, sehingga dapat  kita lihat di dunia ini ada bermacam-macam. Kecenderungan sifat manusia. Ada orang yang berpenampilan lemah lembut selalu  ramah, dan menyenangkan bagi yang melihat. Namun ada juga orang yang rajin, kreatif serta energik dalam kehidupannya. Selain hal tersebut di atas tidak jarang juga kita melihat ada orang yang penampilannya awut-awuran, tidak terururs serta pemalas. Semua penampilan tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh dari bagian-bagian Tri Guna yang tidak seimbang.
Beberapa sloka dalam kitab suci yang memabahas tentang pengaruh Tri Guna terhadap kepribadian manusia adalah sebagai berikut :
“Yan satwawika ikang citta, ya hetuning atma pamunggihaken kamoksan, apan ya nirmala, dumeh ya gumawayaken rasaning agama lawan wekas ning guru
(Wrghaspati tattwa, 20)
Artinya :
Apabila sattwa citta itu, Itulah Atma menemukan kamoksaan, atau kelepasan oleh karena itu ia suci, menyebabkan ia melaksanakan ajaran agama dan petuah guru.

Yapwan pada gong nikang sattwa lawan rajah, yeka matangnyan mahyun mugawaya dhama denya, kedadi pwakang dharma denyu kalih, ya ta matangnyun mudih ring swarga, apan ikang sattwa mahyun ing gawe hayu, ikang rajah manglakwaken”
(Whraspati tatwa, 20)
Artinya :
Apabila sama besarnya anatara sattwam dan rajah, itulah menyebabkan ingin mengamalkan dharma olehnya, berhasilah dharma itu olehnya berdua, itulah menyebabkan  pulang ke sorga, sebab sattwam ingin berbauat baik, si rajah itu yang melaksanakan.
Yan pada gingnta katelum ikang sattwa, rajah, tamah, ya ta matangnyan pangjadma manusia, apaan pada wineh kahyunya”
(Wraspati tatwa, 22)
Artinya :
Apabila sama besarnya ketiga Guna, Sattwan, Rajah, dan Tamah itu, itulah yang menyebabkan penjelmaan manusia karena sama memberikan kehendaknya / keinginannya.
“Yapwan citta si rajah magong, kridha kewala, sakti pwa ting gawe hela, tat a getening Atma tibeng naraka”
(Wrhspati tattwa, 23)
Artinya :
Apabila citta si rajah besar, hanya marah kuat pada perbuatan jahat, itulah yang menyebabkan jatuh ke neraca.

Berdasarkan sloka tersebut di atas maka jelaskah yang menyebabkan adanya perbedaan kelahiranitu adalah Tri Guna (sattwam, rajah, dan tamah) karena lahir dari Tri Guna dan dari karma muncul suka duka.
Demikianlah penjelasan beberapa sloka kita Wrhaspati tattwa, yang pada dasarnya menyatakan bahwa Tri Guna ada pada setiap prnag hanya saja dalam ukuran yang berbeda-beda. Orang yang lebih banyak dipengaruhi oleh guna sattwam, maka ia menjadi orang yang bijaksana, berpikiran terang dan tenang. Sifat kasih sayang, lemah lembut, lurus hati juga merupakan sifat sattwam. Jika guna rajah lebih banyak mempengaruhi seseorang maka orang tersebut menjadi tangkas, keras, rajin dan penuh usaha. Sifat congkak dan iri, bengis merupakan sifat-sifat rajah. Namun bila guna tamaha lebih banyak berpengaruh pada diri seseorang maka orang tersebut menjadi lamba, malas dan bodoh. Sifat-sifat doyan makan, mengumbar hawa nafsu juga termasuk sifat-sifat tamah. Di dunia ini tak seorang pun yang luput dari Tri Guna. Ketiga Guna tersebut merupakan satu kesatyan yang bekerja sama dalam kekuatan yang berbeda-beda. Perpisahan diantara tiga guna itu tidak mungkin terjadi karena dengan demikian tidak akan ada suatu gerak apapun pada manusia. Dan pengaruh Tri Guna tersebut maka sifat-sifat orang itu ada yang digolongkan sifat-sifat yang baik dan ada yang buruk.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa Tri Guna pada hakekatnya merupakan bagian dari prakerti/predhana, sebagai asas kebedaan. Bila Purusa bertemu dengan Prakerti maka Tri Guna mulai aktif dan ingin saling menguasai. Apabila kekuatan sattwam menngunguli rajah dan tamah, maka Atma mencapai moksa / kelepasan. Bila sattwam dan rajah sama kuatnya, maka Atma mencapai sorga. Jika kekuatan sattwam, rajah dan Tamah berimbang, maka menjelmalah Atma sebagai manusia. Jika sifat rajah yang lebih unggul dari sattwam, Rajah dan Tamah berimbang, maka menjelmalah Atma sebagai manusia. Jika sifat rajah yang lebih unggul dari Sattwam dan Tamah, menyebabkan Atma jatuh ke alam neraca . Apabila sifat tamah yang lebih unggul dari Sattwam dan rajah , maka Atma menjelma menjadi binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Dari penjelasan tersebut, kita mempunyai pengetahuan bahwa Tri Guna sangat berpengagruh terhadap baik-buruknya kehdiupan manusia. Manusia hendaknya  mampu mengendalikan Tri Guna ini dengan baik, menggunakan sattwam sebagai pengendali, sehingga Tri Guna akan memebirkan manfaat pada diri manusia. Kendalikanlah guna rajah dan tamah ke arah Sattwam, karena bilatamah membesar pada citta kita maka kana menyebabkan Atma mengalami kemerosostan dan menjelma menjadi binatang. Sungguh hal yang kita hindari.

Adapun dalam konsep mahanirwana Tantra, dimana dikatakan adalah bahwa tantra diajarkan layak pada jaman kali ini, maka terdapatlah beberapa konsep tentang sifati manusia yang membedakan satu dengan yg lainnya. Ini adalah tetap menjadi kuasa tri guna untuk memperlihatkan bagian mana yg paling aktif di antara itu. Tentunya bisa menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam memahami diri untuk menuju pada kebajikan sebagai cermin dalam kehidupan yang menuju ke-shanti-an..
Tiga temperamen itu yang bisa dijelaskan adalah..
1. Pashu bhawa yaitu temperamen yang berkarakter sebagai binatang. Dalam hal ini adalah bahwa raja guna atau rajas sbagai sesuatu sifati yang aktif, bekerja kepada tamasa guna yaitu menggerakkan kegelapan. Jadi bahwa rajas mengaktifkan sisi tamasik atau kegelapan..Ia yg bersifati atau bertemperamen ini akan menampilkan sisi bharanti(berbuat kesalahan), tandra (lesu dan malas), dan kecerobohan (alasya). Pashu adalah mereka yg terlalu terikat akan keduniawian, dan jga banyak diliputi ketidakmengertian, tidak menyukai akan jnana. Ia yg tidak mau menyentuh yantra (wewantenan-bali), tidak melakukan japa jga mantra, enggan melaksanakan yadnya(pengorbanan) atau tantra, tidak yakin terhadap guru, tidak menyakralkan arca pratima, membeda2kan dewata, puja tanpa tahu artinya, berbicara buruk ttg orang lain, dan sifati buruk manusia yg lainnya. Semoga bisa menghindari temperamen ini..
2. Wira bhawa adalah temperamen berikutnya dimana secara tri guna adalah rajasnya banyak mendorong guna sattwika, namun masih banyak guna rajas itu bebas, sehingga dapat menimbulkan kedukkaan. Rajas yg tidak terkendalikan itu, bisa menjadi sebuah kejahatan saja, karena sattwika guna belum mampu menguasainya. Orang ini sangat mudah sekali tersinggung, terpacu, atau terangsang atas sesuatunya, akibat dari rajasnya yg berlebih dan dominan. Pada suatu waktu ktika Ia terlalu terlewat akan guna rajasnya, bisa terlempar menuju temperamen pashu bhawa. Ibaratnya ia keberaniannya bisa menjadi suatu kesalahan yg membuat dirinya terlepas atas sattwika guna. Keterbiasaan atas prilaku itu membuatnya gelap. Sehingga bisa memasuki alam sapta timira. Penyadaran diri atas kebajikanNya jga jnana dan pengakuan atas mantra yantraNya adalah yg bisa membuat temperamen sifatiNya meningkat.
3. Diwya bhawa adalah bagaimana ia bisa membuat suatu sattwika guna menarik rajasika larut ke dalam sattwika guna itu.. Dalam tattwa disebutkan bahwa ketika bicara tentang kamoksaan, tujuan kita maka sattwika guna adalah bagian yg menjadi hal utama itu menuju tujuan itu. (wrsptti tattwa). Disebutkan ciri2 dari diwya bhawaadalah selalu menyucikan diri setiap hari, berbuat amal setiap hari, keyakinan tinggi akan weda, sastra, guru, dewata, melakukan puja atas dewa juga pitra, pengetahuan mantra yg mendalam, menghindari perbuatan kejam dan buruk, memandang lawan dan kawan sama, selamanya bicara kebenaran, tidak bersahabat dan berkumpul dgn mereka yg mencerca dewata, melakukan meditasi, menghormati wanita, dan susila yg lainnya.


Dengan demikian hendaknya sifat Sattwam selalu dilatih untuk menguasai sifat-sifat Rajas dan Tamas agar hidup kita selamat, baik pada waktu hidup di dunia mauapun akhirat.
Tuhan sendiri, yang tidak terpengaruh oleh Tri Guna tidak mencampuri tendensi yang khusus dari tipe manusia yang berbeda itu.

3.2  Hubungan Susila dan Ajaran Tri Guna
            Ajaran Susila hendaknya diterapkan di dalam kehidupan kita di dunia ini, karena di dunia inilah tempat kita berkarma.Untuk dapat meningkatkan diri, manusia harus mampu meningkatkan sifat-sifat baik dan mulia yang ada pada dirinya. Pada dasarnya dalam diri manusia ada dua kecenderungan, yaitu kecenderungan berbuat baik dan kecenderungan berbuat buruk. Sri Kresna di dalam kitab Bhagawadgita membagi kecenderungan budhi manusia menadi dua bagian, yaitu :

1.      Daiwi Sampad, yaitu sifat-sifat kedewaan.
2.      Asuri Sampad, yaitu sifat-sifat keraksasaan.
            Daiwi Sampad dimaksudkan untuk menuntun perasaan manusia ke arah keselarasan antara sesama manusia, dan sifat seperti inilah yang perlu dibina. Kemudian, kita mengenal sifat-sifat Asuri Sampad (sifat-sifat yang buruk) yang harus kita hindari. Perkembangan kecenderungan sifat-sifat Daiwi Sampad dan Asuri Sampad pada manusia tersebut ada yang timbul karena faktor luar dan ada pula faktor dari dalam diri sendiri serta ada pula dari kedua faktor tersebut.
Tri Guna adalah tiga sifat yang mempengaruhi tingkah laku manusia,yang terdiri, dari :
1. Sattwam adalah sifat tenang.
2. Rajas adalah sifat dinamis.
3. Tamas adalah sifat lamban.
Tri Guna terdapat pada setiap manusia hanya saja ukurannya berbeda-beda. Tri Guna merupakan tiga macam elemen atau nilai-nilai yang ada hubungannya dengan karakter dari makhluk hidup khususnya manusia.
            Di dunia ini, tak seorang pun yang luput dari Tri Guna. Ketiga guna tersebut merupakan satu kesatuan yang berkerja sama dalam kekuatan yang berbeda-beda. Perpisahan di anatara tiga guna itu tidak mungkin terjadi karena dengan demikian tidak akan ada suatu gerak apa pun pada manusia. Berdasarkan pengaruh Tri Guna tersebut, sifat-sifat manusia itu ada yang digolongkan ke dalam sifat-sifat yang baik dan ada yang buruk. Namun perlu diingat, di dalam kerja sama antara ketiga guna tersebut sattwamlah seharusnya sebagai pengendali, geraknya dibantu oleh rajah, dan tamah sebagai pengerem. Bila kerjasama antar ketiganya tidak ada, tri guna ini akan menghadapi rintangan. Misalnya pada sifat seseorang tamah lebih dominan dibandingkan yang lain, maka orang tersebut merupakan orang yang memiliki sifat lamban, malas, kurang disiplin. Maka dari itu, sangat diperlukan kerjasama yang baik dan seimbang di dalam Tri Guna.

Oleh karena itu, hubungan antara ajaran susila dan Tri Guna berkaitan sangat erat, jika ketiga sifat manusia tersebut berjalan seimbang tidak ada yang lebih dominan maka terbentuklah insane yang ber-susila atau senatiasa berperilaku baik sesuai dengan ajaran agama.




























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada hakekatnya manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk yang diciptakan oleh sang hyang widhi wasa. Manusia adalah makhluk individu dan juga sekaligus makhluk sosial . Sebagai makhlik individu manusia memiliki hak dan kewajiban, memiliki rasa ego yang berbada – beda satu dengan yang lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri, melainkan selalu bergantungan pana orang lain, baik itu kepada sesama maupun kepada lingkungan. Untuk itu diperlukan tingkah laku yang disebut Susila sehingga hubungan dapat menjadi harmonis. Dalam bertingkah laku manusia dipengaruhi oleh Tri Guna. Oleh karena itu, setiap orang harus mampu menerapkan ajaran susila dalam kehidupan sehari-hari dan juga mampu mengendalikan ketiga sifat yang ada dalam diri masing-masing agar tetap seimbang dan terciptanya kehidupan yang santhi.
3.2 Saran
Sebagai umat Hindu kita harus mampu mengimplentasikan Ajaran Susila dalam kehidupan sehari-hari agar terbentuknya pribadi yang beretika, bermoral dan berakhlak mulia dan patuh terhadap ajaran Agama dan norma yang berlaku.



DAFTAR PUSTAKA

Sumber Kutipan dari Buku :
Nurkancana, Wayan. 2011. Pokok-Pokok Ajaran Agama Hindu.Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha.
Nurwardani, Paristiyanti, dkk. 2016. Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Ristekdikti
Winawan, W. 2003. Materi Substansi Kajian Mata kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Trisakti.
Sumber Kutipan dari Internet :

Arsana. 2013. “Implementasi Tri Kaya Parisudha”. Dalam https://paduarsana.com/tag/tri-kaya-parisudha/ . Diunduh 4 Oktober 2017.
Artayana. 2015. ”Etika dan Moralitas dalam Agama Hindu”. Dalam
https://blogartayana.wordpress.com/2015/12/26/etika-dan-moralitas-dalam-agama-hindu/
. Diunduh 3 Oktober 2017.Aryadi Hendra . 2014. “
Pengertian Susila Dalam Agama Hindu”. Dalam
http://hendraaryadi-endru.blogspot.co.id/2014/09/pengertian-susila-dalam-agama-hindu.html

Comments

Popular posts from this blog

Penguatan Moral Peserta didik perspektif agama hindu